Sabtu, 27 Maret 2010

Pengertian Filsafat


FILSAFAT
  1. Pengertian Filsafat
Pengertian fisafat, dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dengan ahli filsafat lainnya selalu berbeda dan hampir sama banyaknya dengan ahli filsafat itu sendiri. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi.
.Secara Etimologi
    Filsafat dalam bahasa arab dikenal dengan kata falsafah. Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia yang terdiri dari dua suku kata yakni philos yang berarti cinta, atau philia yang berarti persahabatan, dan kata sophos yang berarti inteligensi, kebijaksanaan, keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan. Sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaandalam arti yang sedalam-dalamnya, kemudian dari sini dikenal istilah philosophy dalam bahasa inggris. Dengan demikian seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
    Sejarah telah mencatat bahwa istilah philosophia digunakan pertama kali oleh Pythagoras pada tahun 572 – 497 SM (sekitar abad ke-6 SM). Istilah philosophia ini muncul berawal ketika Pythagoras ditanya tentang apakah ia termasuk orang yang bijaksana. Pythagoras dengan rendah hati menjawab pertanyaan tersebut bahwa dirinya adalah pencinta kebijaksanaan (lover of wisdom).
    Secara Terminologi

    Istilah philosophia dan philosophos (falsafah dan failasuf) itu sendiri baru menjadi popular dan lazim digunakan pada masa Sócrates dan Plato (sekitar abad ke-5 SM).
    Plato (427-384 SM) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
    Aristóteles (382-322 SM) mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan yang meliputi kebenaran yang obyek kajiannya adalah ilmu metafísica, logika, retórika, etika, ekonomi dan estétika.
    Al-Farabi (870-950 M) seorang filosof Islam mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bagaimana hakekat alam yang sebenarnya.
    Rene Descartes (1590-1650 M) mengatakan bahwa filsafat adalah kumplan semua pengetahuan diman Tuhan ,alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
    Imanuel Kant (1724-1804 M) mengasumsikan bahwa filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup masalah epistemology (filsafat pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
    Berdasarkan asumsi itulah, maka menurut Kant persoalan yang menjadi pokok kajian filsafat, yaitu;
    1. Apakah yang dapat manusia ketahui (dijawab oleh metafisika);
    2. Apa yang seharusnya diketahui / dikerjakan manusia (dijawab oleh etika);
    3. Sampai dimanakah harapan manusia (dijawab oleh agama); dan
    4. Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh Anthropologi).
    Langeveld berpendapat bahwa filsafat adalah berpikir tentang masalah–masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu maslah–masalah mengenai makna keadaan, Tuhan, keabadian dan kebebasan.
    Menurut Harun Nasution, falsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yakni philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmat (wisdom). Harun mengatakan bahwa orang Arab memindahkan kata Yunani philosophia ke dalam bahasa mereka dan menyesuaikannya dengan tabiat susunan kata-kata Arab, yaitu falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Berdasarkan pola kalimat (kata) tersebut, maka penyebutan kata filsafat dalam bentuk kata benda seharusnya falsafah atau filsaf.
    Lebih lanjut Harun mengatakan bahwa kata filsafat yang banyak digunakan dalam bahasa Indonesia, sebetulnya bukan murni berasal dari bahasa Arab falsafah dan juga bukan murni dari bahasa Barat philosophy. Akan tetapi, kata filsafat ini merupakan gabungan dari keduanya (bahasa Arab dan Barat). Kata fil diambil dari bahasa Barat dan safah dari bahasa Arab. Berfilsafat menurut Harun adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya sampai ke dasar-dasar persoalan. 

    Berdasarkan pengertian itulah, maka Harun mendefinisikan filsafat sebagai :
    • Pengetahuan tentang hikmah;
    • Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
    • Mencari kebenaran; dan
    • Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
    M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu menyatakan bahwa falsafah (dalam bahasa Arab) berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata philosophia, yang terambil dari akar kata philo atau philein yang berarti cinta (loving) dan shopia yang berarti pengetahuan, kebijaksanaan (hikmah atau wisdom). Jadi philosophia artinya cinta kebijaksanaan. Orang yang cinta kepada kebijaksanaan atau pengetahuan atau kebenaran menurut Rasjidi disebut philosophos, dalam bahasa Arab disebut failasuf. Dengan demikian, philosophos atau failasuf adalah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai usa dan tujuan hidupnya. Dengan kata lain, philosophos atau failasuf adalah orang yang mengabdikan dirinya kepada pengetahuan dan kebenaran. Rasjidi lebih lanjut menyatakan bahwa meskipun falsafah berasal dari bahasa Yunani sebagai daerah sumber awal kegiatan berfalsafah, tetapi dalam bahasa Arab asli terdapat suatu kata yang mirip dengan makna filsafat, yaitu kata hikmat. Menurut Rasjidi, makna asal dari kata hikmat adalah tali kendali yang digunakan pada seekor kuda untuk mengekang keliarannya. Juga berarti pengetahuan atau kebijaksanaan. Atas dasar itu, maka diambillah kata hikmat sebagai sinonim dari kata filsafat. Karena seseorang yang memiliki hikmat (pengetahuan) itu, seharusnya dapat lebih bijaksana dan dapat membentengi dirinya dari perbuatan rendah dan hina.
    Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah (bahasa Arab), philosophy (bahasa Inggris), philosophie (bahasa Jerman, Belanda dan Francis). Menurut Ali Mudhafir, semua kata itu berasal dari bahasa Yunani philosophia. Sedangkan kata philosophia itu sendiri terdiri dari dua suku kata, yakni philein, philos dan sophia. Philein berarti mencintai, philos berarti teman, sophos berarti bijaksana dan sophia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, kata filsafat secara etimologi menurut Mudhafir memiliki dua pengertian yang berbeda. Pertama, istilah filsafat dilihat dari asal kata philein dan sophos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (filsafat sebagai kata sifat). Kedua, istilah filsafat dilihat dari asal kata philos dan sophia, maka ia berarti teman kebijaksanaan (filsafat sebagai kata benda). Ia sendiri memberikan pendapat yang sangat beragam. Yakni sebagai berikut:
    1. Filsafat sebagai suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta
    2. Filsafat sebagai suatu metode
    3. Filsafat sebagai kelompok persoalan
    4. Filsafat sebagai sekelompok teori atau sistem pemikiran
    5. Filsafat sebagai analisis logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah
    6. Filsafat merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh
    Dari pengertian dan definisi filsafat yang dikemukakan oleh para ahli dan filosof sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami bahwa:
    1. Filsafat adalah usaha spekulatif yang rasional, sistematik dan konseptual untuk memperoleh pengetahuan atau pandangan yang selengkap mungkin mengenai realitas (kebenaran). Tujuannya adalah untuk mengungkapkan atau menggambarkan dengan kata-kata, hakekat realitas akhir yang mendasar dan nyata.
    2. Filsafat adalah ikhtiar untuk menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan secara koheren dan menyeluruh (holistic dan comprehensive), sebagaimana yang tampak dari kegiatan filosofis yang mencari sumber, hakikat, keabsahan dan nilai-nilai pengetahuan apapun.
    3. Filsafat adalah wacana tempat berlangsungnya penelusuran kritis terhadap berbagai pernyataan dan asumsi yang umumnya merupakan dasar suatu pengetahuan.
    4. Filsafat dapat dipandang sebagai tubuh pengetahuan yang memperlihatkan lepada kita apa yang kita katakan, dan mengatakan kepada kita apa yang kita lihat.
      Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa ruang lingkup pembahasan filsafat adalah, pertama, kajian yang berkenaan dengan pencarian kebenaran fundamental dengan cara : (a) argumentatif, yakni pemaparan pendapat yang rasional dengan disertai dasar-dasar penalarannya; (b) non-empirik, yakni tidak berdasarkan pemahaman inderawi. Kedua, penalaran filosofis yang umumnya sibuk menanyakan serta menelusuri makna dan penyebab dasar dari berbagai pengetahuan tanpa mengenal batas apapun, baik batas alamiah, apalagi batas buatan manusia, seperti batas ruang, waktu, agama atau kepercayaan, adat istiadat, etnik, ilmu, dan hal-hal lainnya. Penalaran filosofis yang dimaksud adalah penalaran yang selalu mengandung ciri-ciri skeptis (meragukan), menyeluruh (holistic, comprehensive), mendasar (radikal), kritis, dan analitis.
      Filsafat adalah upaya manusia untuk menemukan kebenaran hakiki melalui cara berpikir yang sistematis, komprehensif (menyeluruh, meluas), dan radikal (sampai ke akar-akarnya). Melalui berfikir filsafat, diharapkan manusia menjadi lebih mampu bersikap.


    1. Obyek Filsafat
    Obyek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai obyek, yang dibedakan menjadi dua, yaitu obyek material dan obyek formal.

    Obyek Material Filsafat 
    Obyek material filsafat yaitu suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, juga segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada (konkret) dan yang mungkin ada (abstrak).

     Obyek Formal Filsafat
    Obyek formal filsafat yaitu sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembetukan pengetahuan itu, atau dari sudut mana obyek material itu disorot, yang menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
    Satu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda sehingga menimbulkan ilimu yang berbeda-beda. Misalnya yang menjadi obyek materialnya adalah manusia, bila ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda maka ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya psikologi, antropologi, soiologi dan lainnya. Dengan demikian pada dasarnya, untuk mengenal esensi suatu ilmu, bukanlah pada obyek materialnya, melainkan pada obyek formalnya.
    Menurut Ir. Pudjawijatna, obyek materi filsafat adalah ada dan mungkin ada. Obyek materi filsafat tersebut sama dengan obyek materi dari ilmu seluruhnya. Yang menentukan perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah obyek formanya, sehingga kalau ilmu membatasi diri dan berhenti pada dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan yang sedalam-dalamnya, inilah obyek formal filsafat.

    1. Sistematik Filsafat
    1. Ontologi
    Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang obyek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa, dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan.
    Obyek telaah Ontologi tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya. Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Dari pembahasannya memunculkan beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir, yaitu:
    1.
    Materialisme;
    Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari yang ada.
    2. Idealisme (Spiritualisme);
    Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia ide yang lebih hakiki dibanding materi.
    3. Dualisme;
    Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
    4. Agnotisisme.
    Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis, yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula tidak.

    1. Epistemologi
    Obyek telaah epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang dan bagaimana mengetahuinya, bagaimana membedakan dengan yang lain. Jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu tentang sesuatu hal. Landasan epistemologi adalah proses apa yang memungkinkan mendapatkan pengetahuan logika, etika, estetika, bagaimana cara dan prosedur memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta apa definisinya. Epistemologi moral menelaah evaluasi epistemik tentang keputusan moral dan teori-teori moral.
    Dalam epistemologi muncul beberapa aliran berpikir, yaitu:
    Yang berarti pengalaman (empeiria), dimana pengetahuan manusia diperoleh dari pengalaman inderawi.
    2. Rasionalisme
    Tanpa menolak besarnya manfaat pengalaman indera dalam kehidupan manusia, namun persepsi inderawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Jadi akal berada diatas pengalaman inderawi dan menekankan pada metode deduktif.
    3. Positivisme
    Merupakan sistesis dari empirisme dan rasionalisme. Dengan mengambil titik tolak dari empirisme, namun harus dipertajam dengan eksperimen, yang mampu secara obyektif menentukan validitas dan reliabilitas pengetahuan.
    4. Intuisionisme
    Intuisi tidak sama dengan perasaan, namun merupakan hasil evolusi pemahaman yang tinggi yang hanya dimiliki manusia. Kemampuan ini yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap dan unik.

    1. Aksiologi
    Aksiologi adalah filsafat nilai. Aspek nilai ini ada kaitannya dengan kategori: (1) baik dan buruk; serta (2) indah dan jelek. Kategori nilai yang pertama di bawah kajian filsafat tingkah laku atau disebut etika, sedang kategori kedua merupakan obyek kajian filsafat keindahan atau estetika.
    1. Etika
    Etika disebut juga filsafat moral (moral philosophy), yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia istilah moral atau etika diartikan kesusilaan. Obyek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang obyek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral.
    Moralitas manusia adalah obyek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak masyarakat manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis. Teori yang dimaksud adalah Deontologis dan Teologis.
    a. Deontologis.
    Teori Deontologis diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, yang terkesan kaku, konservatif dan melestarikan status quo, yaitu menyatakan bahwa baik buruknya suatu perilaku dinilai dari sudut tindakan itu sendiri, dan bukan akibatnya. Suatu perilaku baik apabila perilaku itu sesuai norma-norma yang ada.
    b. Teologis
    Teori Teologis lebih menekankan pada unsur hasil. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu lebih banyak untung daripada ruginya, dimana untung dan rugi ini dilihat dari indikator kepentingan manusia. Teori ini memunculkan dua pandangan, yaitu egoisme dan utilitarianisme (utilisme). Tokoh yang mengajarkan adalah Jeremy Bentham (1742 – 1832), yang kemudian diperbaiki oleh john Stuart Mill (1806 – 1873).
    2. Estetika
    Estetika disebut juga dengan filsafat keindahan (philosophy of beauty), yang berasal dari kata aisthetika atau aisthesis (Yunani) yang artinya hal-hal yang dapat dicerap dengan indera atau cerapan indera. Estetika membahas hal yang berkaitan dengan refleksi kritis terhadap nilai-nilai atas sesuatu yang disebut indak atau tidak indah.
    Dalam perjalanan filsafat dari era Yunani kuno hingga sekarang muncul persoalan tentang estetika, yaitu: pertanyaan apa keindahan itu, keindahan yang bersifat obyektif dan subjektif, ukuran keindahan, peranan keindahan dalam kehidupan manusia dan hubungan keindahan dengan kebenaran. Sehingga dari pertanyaan itu menjadi polemik menarik terutama jika dikaitkan dengan agama dan nilai-nilai kesusilaan, kepatutan, dan hukum.
    1. Karakter Berpikir
    Berfilsafat berarti berpikir, tetapi tidak semua aktivitas berpikir dapat disebut berfilsafat. Menurut Cecep Sumarna suatu kerangka berpikir tertentu, baru dapat disebut berfilsafat apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
      1. Radikal (radix – Yunani), arti dasarnya adalah akar. Jadi berpikir radikal berarti berpikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, tidak ada sesuatu yang terlarang untuk dipikirkan
      2. Sistemik, artinya berpikir logis, step by step, penuh kesadaran, berurutan dan penuh tanggung jawab
      3. Universal, artinya berpikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi mencakup keseluruhan aspek, baik yang kongkrit maupun yang abstrak.
    Adapun menurut Ali Mudhofir (1996) ciri-ciri berfikir secara kefilsafatan adalah sebagai berikut:
    1. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal.
      Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akal. Berfikir secara radikal adalah berfikir sampai ke akar-akarnya. Berfikir sampai ke hakekat, esensi atau sampai ke substansi yang dipikirkan.
    2. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara universal (umum)
      Berfikir secara universal adalah berfikir tentang hal serta proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan sesuatu yang parsial.
    3. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual
    4. Berfikir kefilsafatan dicirikan secara koheren dan konsisten
    5. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik
    6. Berfikir secara kefilsafatan dicirikan secara komprehensif
    7. Berfikir secara kefisafatan dicirikan secara bebas
    8. Berfikir secara kefilsafatan adalah pemikiran yang bertanggung jawab.
    Asal dan Peranan Filsafat
    1. Asal filsafat
      Ada 3 hal yang mendorong manusia untuk berfikir filsafat :
      1. Keheranan
        Banyak filsuf menunjukkan rasa heran (dalam bahasa Yunani thaumasia) sebagai asal filsafat
      2. Kesangsian
        Filsuf lain, misalnya Agustinus (254-430 M) dan Rene Descrates (1596-1650 M) menunjukkan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran.
      3. Kesadaran akan keterbatasan
        Manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari bahwa dirinya itu sangat kecil dan lemah terutama bila di bandingkan dengan alam sekelilingnya.
    1. Peranan filsafat
    1. Pendobrak
      Berabad-abad lamanya intelektualitas manusia tertawan dalam penjara tradisi dan kebiasaan
    2. Pembebas
      Filsafat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang mempersempit ruang gerak akal budi manusia
    3. Pembimbing
      Bagaimanakah filsafat dapat membebaskan manusia dari segala jenis “penjara” yang hendak mempersempit ruang gerak akal budi manusia itu.3
       

      Ciri Khas Berfikir Kefilsafatan
      1.Sebagai pemikir dan menjadi kritisnya manusia terhadap dirinya sendiri
      2.Sebagai pemikir dalam dunia yang difikirkan
      Dalam memikirkan masalah-masalah itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
      a. Adanya inter-relasi (saling hubungan) diantara jawaban kefilsafatan
      b. Pikiran yang filosofis haruslah runtut (coherent)
      Dibawah ini beberapa hukum berfikir yang dapat dijadikan sebagai patokan :
      1. Hukum identitas, bunyinya : “sesuatu benda adalah benda itu sendiri“, artinya, bahwa arti dari sesuatu benda tetap sama selama benda itu dipikirkan
      2. Hukum kontradiktif, bunyinya “sesuatu benda tidak bisa menjadi benda itu sendiri dan benda lain pada waktu yang sama”. Maksudnya adalah bahwa dua sifat yang berlainan tidak mungkin ada pada suatu benda pada waktu dan tempat yang sama.
      3. Hukum penyisihan jalan tengah, bunyinya “segala sesuatu harus positif atau negative. A pastilah B atau bukan B. artinya, sifat yang berlawanan tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda. Yang mungkin adalah hanya salah satu yang bisa dimiliki.

    Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri bahwa ciri-ciri berpikir filosofis adalah:
    1. Sifat berpikirnya menyeluruh. Seorang filosof tidak puas mengenal ilmu hanya dari perspektif ilmu itu sendiri, tetapi ia ingin melihat hakikat ilmu itu dalam perspektif yang lain. Ia ingin menghubungkan ilmu itu dengan aspek-aspek lainnya. Ia ingin mengetahui kaitan ilmu dengan moral dan kaitan ilmu dengan agama. Ia ingin meyakini apakah ilmu yang diketahuinya itu dapat membawa manfaat atau tidak.


      Artinya, Pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan ilmu - ilmu yang lain, hubungan ilmu dan moral, seni dan tujuan hidup.
    1. Sifat berpikirnya mendasar. Seorang filosof tidak percaya begitu saja kebenaran ilmu yang diperolehnya. Ia selalu ragu dan mempertanyakannya; Mengapa ilmu dapat disebut benar ? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan ? Apakah kriteria itu sendiri benar ? Lalu benar itu sendiri apa ? Seperti sebuah lingkaran dan pertanyaan-pertanyaan pun selalu muncul secara berkelindan.Artinya, pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial obyek yang dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi, tidak hanya berhenti pada periferis. ( Kulitnya ) saja, tetapi sampai tembus ke kedalamannya
    1. Sifat berpikirnya spekulatif. Seorang filosof melakukan spekulasi terhadap kebenaran. Sifat spekulatif itu pula seorang filosof terus melakukan uji coba lalu melahirkan sebuah pengetahuan dan dapat menjawab pertanyaan terhadap kebenaran yang dipercayainya.
      Berdasarkan ciri-ciri filsafat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berfilsafat adalah suatu aktivitas yang menggunakan potensi akal seluas-luasnya dan sebebas-bebasnya tanpa dibatasi oleh sesuatu apapun secara radikal, tersistematis, universal dan menyeluruh serta bersifat spekulatif dan mendasar dalam mengungkap hakikat suatu kebenaran.
    Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya. Hasil pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru. Meskipun demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah mencapai penyelesaian.  
    DAFTAR PUSTAKA
    Achmadi, Asmoro. 2005. Filsafat Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
    Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta
    Surajiyo. 2007. Ilmu Filsafat. Jakarta: PT Bumi Aksara.

    by : Kudabayor.blogspot.com

















    Etika Tradisional Yang Hilang Karena Teknologi

    PANDANGAN 

    Kajian mengenai peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di dalam kontribusinya memberikan dukungan kepada berbagai sektor kehidupan masyarakat berupa peningkatan efisiensi serta produktivitas sudah banyak disajikan di berbagai fora. Pada umumnya studi tentang peran Teknologi di dalam organisasi difokuskan pada persoalan teknis seperti bagaimana memperbaiki kinerja operasional, atau bagaimana Teknologi digunakan sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan. Kajian yang lebih luas seperti misalnya bagaimana dampak sosial dari perkembangan Teknologi yang sedemikian hebat selama dua dekade terakhir ini relatif masih sedikit dilakukan.

    Dalam lingkungan sosial yang selalu berubah, terdapat setidaknya dua faktor yang memperngaruhi perubahan sosial itu sendiri: pelaku perubahan dan mereka yang terkena dampak perubahan. Dalam kaitan ini Teknologi dapat berperan dalam dua posisi sekaligus, sebagai aktor (means) pengubah dan sekaligus sebagai sasaran (ends) dari perubahan yang ingin dicapai.

    Teknologi diyakini sebagai alat pengubah. Sejarah membuktikan evolusi teknologi selalu terjadi sebagai tujuan atas hasil upaya keras para jenius yang pada gilirannya temuan teknologi tersebut diaplikasikan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas kehidupan dan selanjutnya memperoleh manfaat dari padanya. Terdapat urutan yang sistematis dalam perkembangan teknologi, diawali dengan persoalan yang diciptakan atau yang dihadapi dalam keseharian. Ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, menjadi modal utama dalam memecahkan persoalan dan menciptakan teknologi. Tahapan berikutnya, temuan teknologi ini diperkenalkan kepada masyarakat dan jika terbukti dapat membantu memudahkan aktivitas manusia kemudian memasuki tahap komersial. Mereka yang mampu memiliki teknologi menjadi penerima manfaat (beneficiaries) teknologi, sedangkan yang tidak mampu berada pada lingkaran luar penerima manfaat teknologi.

    Kondisi mampu dan tidak mampu dalam memiliki teknologi inilah yang menjadi penyebab awal (primal causal) dari kesenjangan ekonomi dan sosial. Mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang yang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin tetap miskin. Pada sisi gelap, teknologi dapat dituduh sebagai penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial. Keadaan inilah yang kemudian memunculkan ide perlunya pemerataan pemanfaatan teknologi hingga ke masyarakat yang bila secara individu tidak mampu memilikinya. Upaya menciptakan teknologi tepat guna di sektor pertanian, perikanan, dan industri rumahan (home industry) yang berbiaya murah dan dapat diterapkan oleh mereka yang berpendidikan rendah pernah menjadi agenda nasional di berbagai belahan dunia, khususnya di kalangan negara sedang membangun. Teknologi tepat guna menjadi tidak popular lagi menyusul semakin kompleksnya tatanan sosial serta munculnya produk teknologi menengah yang dapat dibuat secara massal dan berharga murah. Efek substitusi inilah yang mematikan upaya dibangunnya teknologi tepat guna di pedesaan.

    Perubahan pertama yang dapat ditunjuk sebagai akibat perkembangan TIK adalah semua orang yang dapat menggunakan akses ke Internet bebas untuk menjadi sumber informasi. Sebagai salah satu wujud teknologi hasil konvergensi antara Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Internet menawarkan banyak kemudahan dalam berkomunikasi. Jika di masa lalu antar individu dihadapkan pada terbatasnya moda komunikasi, dengan Internet persoalan jarak, waktu, modus, dan bentuk informasi tidak lagi menjadi isu persoalan. Internet mengubungkan jutaan manusia di muka bumi ini, tanpa para komunikan perlu mengetahui keberadaaan lawan komunikasinya. Informasi dapat dikirim dan diterima dalam berbagai bentuk, suara, gambar, data, teks, maupun kombinasi dari semua itu.

    Fenomena perubahan yang muncul seiring dengan maraknya Internet adalah tumbuh menjamurnya bisnis berbasis Internet semacam detik.com. Nama – nama situs dagang di Internet semacam Google, Yahoo, Amazon, eBay, Lelang.com, indoexchange.com, klikbca, dan lain sebagainya sudah menjadi istilah familiar di kalangan bisnis dan pengguna TIK. Awal tahun 1999 hingga akhir 2000 dunia bisnis pernah mengalami booming dotcom, suatu model bisnis baru yang dikembangkan dengan menggunakan Internet sebagai sarana dan media transaksi. Electronic business (e-business) dan Electronic Commerce (e-commerce) menjadi jargon yang masih hidup hingga kini. Bahkan futuris sekelas Lester Thurow, Carl Shapiro, Paul Krugman, Don Tapscott menjelang pergantian abad milenium dengan yakin mengatakan Internet akan mengubah conventional economy menjadi new economy atau digital economy. Suatu kondisi ekonomi yang diwarnai dengan aktivitas bisnis berbasiskan transaksi melalui Internet. Gambaran akan terjadi perubahan besar dalam dunia bisnis didukung oleh liputan media maupun banyak terbitnya buku yang mengulas tentang e-business dan e-commerce. Model bisnis B2C, B2B, C2C menjadi topik utama pembicaraan di berbagai seminar. Sebuah majalah ekonomi bahkan merasa perlu untuk mengubah logo, tampilan dan sajian berita disesuaikan dengan serba “e” yang diyakininya akan terus berlangsung.

    Fenomena di atas menggambarkan bagaimana antusiasme kalangan bisnis dalam menyambut Internet. Perubahan ternyata juga terjadi pada perusahaan lama yang kemudian menyadari perlunya memiliki sarana interaksi dengan stakholder melalui Internet. Maka kemudian muncul beribu nama_perusahaan.com atau nama_perusahaan.co.id yang semula menayangkan informasi tentang perusahaan beserta produk dan jasa yang dipasarkan, hingga akhirnya banyak di antaranya yang memanfaatkan Internet untuk transaksi bisnis. Jika pada model pertama – detik.com, amazon, yahoo, ebay dan lainnya – menggunakan konsep click and mortar, yang belakangan muncul diberi atribut brick and mortar. Click and mortar mengacu pada model bisnis baru yang operasionalnya dan sumber penghasilannya sepenuhnya mengandalkan transaksi melalui Internet. Sedangkan brick and mortar mengacu pada bisnis konvensional yang menggunakan Internet sebagai sarana pengembangan bisnis untuk memperkuat bisnis konvensionalnya. Kekuatan bisnis masih terletak pada modus bisnis konvensional.

    TEORI 

    Kasus yang akan saya angkat disini adalah e-commerce yang merupakan perubahan proses bisnis. Proses bisnis dulunya dilaksanakan secara manual akan tetapi sekarang dengan adanya e- commerce ini, maka proses bisnis dilaksanakan secra elektronik dalam hal ini menggunakan komputer sebagai media terjalinnya transaksi tersebut. Adapun teknologi yang digunakan dalam proses bisnis e- commerce ini adalah dengan menggunakan komputer yang bisa mengakses internet ( online ). Selain itu proses e-commerce ini bisa dilaksanakan dengan menggunakan mobile phone atau yang sering disebut dengan handphone ( dengan menggunkan sms dan sms banking ).

    Nilai etika tradisional yang hilang itu sendiri bisa meliputi beberapa aspek yaitu:

    1. Rasa tanggung jawab

    Rasa tanggung jawab dari para pengguna akan menjadi luntur karena dengan menggunakan e- commerce ini, pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung, akan tetapi bertemu didunia maya, jadi pembeli hanya perlu membuat account dan log in kedalam layanan e-commerce, maka ia dapat langsung memesan barang yang ia mau. Rasa tanggung jawab disini bisa hilang karena, pembeli bisa saja hanya iseng-iseng saja dalam melakukann transaksi dan ketika di konfirmasi oleh penyedia layanan, malah pembeli tidak mau menanggapi hal tersebut, sehingga bisa disimpulkan bahwa rasa tanggung jawab dari pembeli tersebut lama-kelamaan akan hilang/luntur.

    2. Aktivitas

    Dengan adanya e-commerce ini maka aktivitas pelanggan akan berkurang . hal ini disebabkan dengan semakin mudahnya memesan suatu barang, maka para pelanggan hanya tinggal enak duduk-duduk di depan komputer, lalu tinggal bermain dengan mouse computer maka barang yang diinginkanpun datang. Dengan berkurang aktivitas ini bisa berdampak buruk bagi para pelangan terutama dibidang kesehatan, dengan berkurangnya aktivitas maka akan menyebabkan seluruh otot tubuh tidak bergerak sehingga akan menimbun lemak, kolestrol, asam lambung, dll. Tentunya dengan kejadian tersebut maka penyakit pun tidak bisa dihindari misalnya : obesitas, maag, kencing manis, kencing batu, dll.

    3. Nilai sosial

    Dengan adanya e- commerce ini maka nilai sosial dari si pelanggan akan berkurang, karena sama halnya dengan pengurangan aktivitas diatas, maka kegiatan-kegiatan sosialpun nantinya akan semakin tidak dijalani oleh para pelanggan. Mengapa ?,
    karena para pelanggan hanya butuh komputer untuk mendapatkan apa yang mereka mau, jadi mereka akan berpikir buat apa bersosialisasi, karena tanpa adanya sosial tersebut pun semua barang yang di inginkan bisa datang tepat waktu, cepat kerumah. Selain itu, Kepekaan terhadap lingkungan sekitar menjadi kurang biasanya terjadi apabila kita terlalu sering berada di dunia maya, sehingga kita tidak bisa tau apa yang terjadi di lingkungan sekitar kita. Banyak orang yang enggan keluar dari rumah karena sudah merasa cukup mendapatkan informasi melalui internet. Kebanyakan orang tersebut memang mendapatkan informasi yang dia inginkan, tapi apakah semua informasi ada di internet?bagaimana apabila tetangga atau orang di sekitarnya mengalami masalah keuangan?apakah akan di “umbar” di internet?bagaimana kalau orang itu tidak mempunyai akses internet?. Bisa saja karena hal-hal tersebut kita menjadi jarang keluar rumah. Hal ini tentu saja berpengaruh pada rasa persaudaraan dan rasa kepedulian kita terhadap sesama menjadi hilang.

    4. Tidak adanya tawar menawar dalam proses jual-beli

    Jaman dahulu orang melakukan proses transaksi jual beli di pasar, disini terdapat seni/tradisi jual beli yaitu saling tawar menawar yang sampai sekarang masih berlangsung di pasar konvensional. Karena kemajuan teknologi, orang-orang mulai mencari barang-barang yang dibutuhkannya melalui Internet mereka melakukan proses jual-beli di internet, setelah mendapat gambar dari jenis barang yang diperlukan, memesannya kemudian melakukan pembayaran melalui transfer rekening. Transaksi yang seperti ini sudah menghilangkan tradisi jual beli yang sangat klasik yang lazim dilakukan pada jaman dahulu yaitu salah satu etika tradisional, tawar menawar.

    5. Kehilangan rasa saling mengenal dan silaturahmi antar pembeli dan penjual.

    Dengan adanya e- commerce kita sudah kehilangan seni/tradisi tawar menawar, karena e- commerce tersebut tidak ada barang yang bisa di tawar apalagi dengan adanya paypal, kita jadi kehilangan etika saling silaturahmi, karena dengan adanya paypal, kita jadi tidak bisa bertemu langsung dengan si penjual, kita hanya melihat gambar barang yang kita perlukan kemudian memesannya. yang otomatis kita tidak bisa bertemu dengan pembelinya, hal ini membuat hilangnya kesempatan bersilaturahmi antara penjual dan pembeli .
    Mungkin seperti itulah beberapa pelunturan nilai etika tradisional yang terjadi akibat adanya e- commerce ini. Akan tetapi jika memang tidak berpasrah sepenuhnya pada layanan ini, maka hal tersebut diatas tidak akan terjadi.

    Sistem Informasi Pertandingan Catur

     SISTEM INFORMASI PERTANDINGAN CATUR
    Tugas ke-1
    Unsur-unsur

    Dalam suatu Sistem Informasi pasti terdapat unsur unsur yang membangunnya. Begitu pula dalam salah satu contoh Sistem informasi yang kali ini saya mengambil Sistem Informasi Pertandingan catur ini yang terdiri dari beberapa unsur unsur pembangunnya. diantaranya:

    1. Tabel Pemain
    2. Tabel Klasemen
    3. Tabel Jadwal Pertandingan
    4. Tabel Hasil Pertandingan
    5. Tabel Wasit
    6. Bisa juga di tambahkan Tabel Pendaftaran Pemain

    Selain yang sudah di sebut kan diatas, perlu juga di tambahkan seperti jam, meja dan kursi, buku catatan dan papan penunjuk hasil pertandingan

    Fungsi

    1. Para Pemain saling bertarung, saling mengalahkan satu sama lain untuk memperoleh poin
    2. Klasemen untuk menunjukkan posisi para pemain di samping menunjukan siapa yang terbaik
    3. Jadwal pertandingan menjadi acuan setiap peserta untuk menghadapi lawan berikutnya
    4. Tabel hasil merekam semua hasil pertarungan
    5. wasit merupakan pemimpin pertarungan, setiap wasit hanya memimpi 1 pertarungan
    6. Pendaftaran Pemain dibuka sebelum pertarungan pertama di mulai
    7. Selain itu unsur -unsur yang belum di sebutkan seperti jam itu menunjukkan waktu seorang pemain.   kecepatan pemain dalam melakukan serangan juga termasuk dalam penilaian tersendiri

    Hubungan

    Seorang pemain bertarung dengan pemain lainnya diatas papan catur yang telah disediakan di atas meja. Setiap pemain di persilahkan duduk di atas kursi yang telah disediakan, bertanding dan diberi batasan waktu yang telah ditentukan sebelumnya dengan diawasi oleh wasit yang mencatat skor pertandingan. Pemain di perbolehkan mencatat / merekam pertandingannya. Pemain bisa melihat hasil pertandingannya atau hasil pemain lain di papan skor yang telah disediakan.

    Tujuan

    Tujuan di buatnya Sistem Informasi ini agar bisa di gunakan dalam suatu event tertentu dimana kesulitan untuk menentukan hasil akhir suatu pertempuran dan juga jadwal pertandingan . Diharapkan Program ini bisa digunakan untuk mempermudah pihak panitia apabila menyelenggarakan suatu Pertandingan catur.

    Gambar Relasi Antar tabel